Manusia yang lahir tidak langsung dapat hidup mandiri. Ada beberapa
proses yang harus dilalui. Diantaranya, belajar berbicara, berjalan, berinteraksi
dengan orang lain dan sebagainya. Dengan akal, manusia bisa membedakan hal yang
baik dan yang burruk. Maka akal perlu di didik dalam pendidikan. Agar kemampuan
akal yang luar biasa dapat dikendalikan dengan baik dalam rambu-rambu kehidupan.
Adapun dalam
proses pendidikan atau pencarian ilmu bisa diperoleh dalam lembaga pendidikan
formal seperti, pondok pesantren, sekolah, mardasah. Atau juga lembaga
pendidikan non formal seperti dalam keluarga. Tidak hanya itu, ilmu juga dapat
diambil melalui pendidikan informal seperti, kursus dan pelatihan. Sehingga
akan terjadi perbedaan antara orang yang berilmu atau berpendidikan, dengan
orang yang tidak berilmu.
Allah SWT telah berjanji dalam AL-Qur’an, bahwa orang
yang beriman dan berilmu pengetahuan
akan diangkat derajatnya disisinya. Seperti yang tertuang dalam Q.S.
AL-Mujaddalah:11 yang berbunyi,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ
Artinya:"Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberi ilmu (agama) beberapa derajat." (Al-Mujaadilah:11)
Dulu Umat Islam
pernah memegang mahkota peradaban selama kurang lebih 800 tahun. Yang
sebelumnya dipegang Bangsa Romawi dan Yunani. Sekarang yang memegang mahkota
adalah Bangsa Barat. Memang peradaban manusia hanya disukai oleh orang yang
menguasai ilmu pengetahuan.
Berilmu atau
mempunyai ilmu pengetahuan berarti orang yang mempunyai ilmu. Dalam kehidupan
orang jawa dikatakan sebagai orang yang alim. Artinya orang yang lebih tahu.
Orang yang berilmu di ibaratkan seperti pohon padi. Semakin berisi, semakin
merunduk. Dengan ilmu, kita tidak boleh menyombongkan diri. Tetapi menyadari
bahwa ilmu yang kita dapatkan adalah sedikit dari ilmu yang telah diberikan
allah. Dan hanya allah yang menjadi Shohibul Ilmi, yang mempunyai ilmu laksana
banyaknya air dilautan atau banyaknya pasir di pantai. Tidak ada orang yang
bisa menghitungnya. Dan ilmu yang dimiliki dimanfaatkan untu kepentingan agama,
nusa, dan bangsa.
Untuk lebih
jelanya, cermati uraian-uraian berikut ini.
A.
Pengertian
Berilmu
Ilmu
merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang
berarti tahu atau mengetahui, pandai atau tidak bodoh, cerdas atau pintar.
Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang
pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya
diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun
secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami
pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
“Science is knowledge arranged in a system,
especially obtained by observation and testing of fact (And English reader’s
dictionary)
“Science is a systematized knowledge obtained
by study, observation, experiment” N (Webster’s super New School and Office
Dictionary)
Dari
pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi
pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau
menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan
disebut Ilmu”.
Lebih spesifik lagi, Berilmu
adalah sikap perilaku yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Orang yang berilmu adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan, dan mau
menggunakan akal sehatnya untuk berpikir. Ilmu merupakan pintu gerbang yang
menghantarkan seseorang meraih kesuksesan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun
di akhirat.
مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ
بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ الْاَخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ هُمَا
فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ (رواه البخارى)
“Barangsiapa
yang berharap akan (kebahagiaan) dunia, hendaknya (diraih) dengan ilmu.
Barangsiapa berharap kebahagiaan akhirat hendaknya diraih dengan ilmu, dan
barangsiapa berharap kebahagiaan dari keduanya, hendaknya juga diraih dengan
ilmu”(H.R. Bukhari).
B.
Kedudukan
Ilmu menurut Islam
Ilmu
menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat
dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang
tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi
umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Didalam
Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali ,
ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat
kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi
ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi
Ghulsyani9(1995;; 39) sebagai berikut ;
‘’Salah
satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya
terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim
untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang
yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL
Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“ALLah
meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara
kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan ALLAH maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Ayat
di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan
menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan
menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan
membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah ,sehingga akan tumbuh
rasakepada ALLah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal inisejalan dengan
firman ALLah:
“sesungguhnya yang takut kepada
allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat
faatir:28)
Disamping
ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, AL
qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seprti
tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114 yang artinya “dan katakanlah,
tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “. dalam hubungan
inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat
penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana
terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat
1sampai dengan ayat 5 yang artuinya:
“bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang
menciptakan. Dia
telah menciptakan Kamu dari segummpal darah .
Bacalah,dan tuhanmulah yang paling pemurah.
Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kala
.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahui.”
Ayat
–ayat tersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak
pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi
dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepeada ALLah
akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh ,
dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan
amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal
perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara
iman dan amal.
Di
samping ayat –ayat AL qur”an, banyak nyajuga hadisyang memberikan dorongan kuat
untukmenuntut Ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u
Ashogir (Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :
“Carilah
ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib
bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
“Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina,
karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sesungguhnya
Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang
dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari
hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana
menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal
batas wilayah,
C.
Pentingnya
berilmu
Ilmu memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia. Ilmu dapat
membantu manusia melakukan sesuatu dengan mudah. Ilmu juga dapat meningkatkan
kualitas hidup manusia. Hidup berilmu itu penting agar tidak tersesat dan
terasa berat, sebab dengan berilmu kita akan terbantu dalam menjalankan
aktivitas kehidupan. Dengan ilmu kita dapat melakukan apa saja, dan dapat
berjalan kemana saja tanpa ada rasa takut, sebab ilmu itu nuur (cahaya) yang
dapat menunjukkan jalan yang tepat.
D. Dalil tentang
berilmu
1.
Dalil
Naqli
1)
QS. AZ-Zumar : 9
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ
وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِ
Artinya:"Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran." (Az-Zumar:9)
2) QS. AL-Mujaddalah : 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya:"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat."
(Al-Mujaadilah:11)
Ditinggikannya derajat dengan beberapa derajat, ini menunjukkan atas
besarnya keutamaan, dan ketinggian di sini mencakup ketinggian maknawiyyah di
dunia dengan tingginya kedudukan dan bagusnya suara (artinya dibicarakan orang
dengan kebaikan) dan mencakup pula ketinggian hissiyyah (yang dirasakan oleh
tubuh dan panca indera) di akhirat dengan tingginya kedudukan di jannah.
(Fathul Baarii 1/141)
3) QS. Thaahaa : 114
Allah juga mewajibkan hambanya untuk meminta tambahan kepadanya. Seperti firman
Allah Ta'ala yang memerintahkan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam:
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Artinya:"Dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku
ilmu (agama)." (Thaahaa:114)
Allah Subhaanahu Wa Ta'ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta tambahan dari sesuatu kecuali meminta
tambahan dari ilmu dan ilmu yang dimaksudkan di sini adalah ilmu syar'i yang
akan menjadikan seorang hamba mengenal Rabbnya Subhaanah dan mengetahui apa-apa
yang diwajibkan atas seorang mukallaf dari perkara agamanya dalam ibadah dan
muamalahnya. (Fathul Baarii 1/141)
4) QS. AL-Baqarah : 269
Sungguh Allah telah memuliakan ilmu dan ulama dengan memberikan kepada
mereka kebaikan yang umum dan menyeluruh sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ
خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُولُو الأَلْبَابِ
Artinya:"Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al-Qur`an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran." (Al-Baqarah:269)
Berkata Mujahid: Allah menganugrahkan Al-Hikmah, yaitu ilmu dan
pemahamannya. (Akhlaaqul 'Ulamaa`, Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurriy hal.9)
5) QS. Muhammad : 19
Demikian juga di antara dalil-dalil yang menguatkan akan pentingnya ilmu
dan keharusan mencarinya adalah firman Allah Ta'ala yang berbunyi:
فَاعْلَمْ اَنَّه لَاۤ ﺇِلٰهَ
اِلَّااللهُ وَسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَاﻟِﻠْﻤُﺆْمِنِيْنَ وَاﻟْﻤُﺆْمِنٰتِ
Artinya:"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang
berhak diibadahi) melainkan Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan." (Muhammad:19)
Maka (seseorang) harus memulai dengan ilmu sebelum beramal sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhariy. (Shahiihul Bukhaariy, Kitaabul 'Ilmi, Baabul 'Ilmi Qablal 'Amal)
Maka (seseorang) harus memulai dengan ilmu sebelum beramal sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam Al-Bukhariy. (Shahiihul Bukhaariy, Kitaabul 'Ilmi, Baabul 'Ilmi Qablal 'Amal)
6) QS. Fathiir : 28
Adapun ilmu yang bermanfaat adalah
ilmu yang mempunyai buah yang agung, dan yang paling menonjolnya adalah adanya
rasa khasy-yah kepada Allah Subhaanah dari pemiliknya. Maka ulama adalah
manusia yang paling takut kepada Rabbnya, karena apa yang telah mereka pelajari
dari ilmu yang akan menambah pengetahuan mereka kepada Rabbnya dan akan
mengokohkan keimanan yang ada pada hati-hati mereka. Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Artinya:"Sesungguhnya yang
takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama."
(Faathir:28)
7) QS. AL-‘Ankabuut : 43
Ulama adalah orang-orang yang mempunyai pengetahuan yang lurus dan
pemahaman yang mendalam, Allah Ta'ala berfirman:
وَتِلْكَ الأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُونَ
Artinya:"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk
manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu."
(Al-'Ankabuut:43)
8) QS. AL-‘Imran : 18
شَهِدَاللهُ اَنّه لَاۤاِلٰهَ
اِلَّاهُوَ٬وَاﻟْﻤَﻠٰۤﺌِﻜَﺔِ وَاُولُواالْعِلْمِ قَاۤﺋِﻤًﺎ بِالْقِسْطِ٬لَاۤاِلٰهَ
اِلَّاهُوَالْعَزِيْزِالْحَكِيُمُ
Artinya:”
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu
(juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. AL-‘Imran: 16)
9) QS. AT-Taubah: 122
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ
مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ
إِذَا رَجَعُواْ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
﴿۲۲۱﴾
Artinya:"Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min
itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap
golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka
tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."
10) QS. Al Israa: 36
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً﴿٦٣﴾
Artinya:"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya."
2.
Dalil
Aqli
Terdapat kitab-kitab yang mengandung beratus-ratus hadits yang mulia, di
mana dalam hadits-hadits tersebut Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan
kepada ilmu dan menganjurkan atasnya serta menerangkan kedudukan ulama dan
kemuliaannya dan apa-apa yang selayaknya dimiliki oleh mereka agar berakhlak
dengannya dan bersemangat atasnya.
Di dalam Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus hadits yang menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya, dan sungguh Al-Imam Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu dengan membuat satu kitab khusus (yaitu Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya dan beliau tempatkan setelah Kitabul Iman.
Di dalam Shahiihul Bukhaariy, misalnya, terdapat lebih dari seratus hadits yang menjelaskan masalah ilmu, mencarinya dan anjuran atasnya, dan sungguh Al-Imam Al-Bukhariy telah menyendirikan pembahasan ilmu dengan membuat satu kitab khusus (yaitu Kitabul 'Ilmi) dalam Shahih-nya dan beliau tempatkan setelah Kitabul Iman.
Demikian juga kitab-kitab sunnah lainnya yang padanya terdapat sejumlah
hadits yang banyak dari hadits-hadits yang marfu' dan atsar-atsar yang mauquf
kepada shahabat dan tabi'in, yang semuanya mengisyaratkan kepada kedudukan yang
agung yang kembalinya kepada ulama, dan kedudukan yang tinggi yang Allah
muliakan penuntut ilmu dengannya.
Di antara hadits-hadits tersebut adalah:
1) Dari Mu'awiyah radhiyallahu
'anhu berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
Artinya:"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya,
niscaya Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya)." (Muttafaqun
'alaih)
Pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang tidak mau tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan dari berbagai kebaikan.
Pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Dan orang yang tidak mau tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan dari berbagai kebaikan.
2) Dari Abu Musa Al-Asy'ariy radhiyallahu
'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
"Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah seperti
air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut
terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang
yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air
maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa
minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan
air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak
bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan
orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa
yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya,
dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan
tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." (HR. Al-Bukhariy)
Di dalam hadits ini terdapat pengarahan dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam agar
bersemangat terhadap ilmu dan belajar, yaitu beliau shallallahu 'alaihi wa sallammemberikan perumpamaan terhadap apa yang beliau bawa
dengan hujan yang menyeluruh di mana manusia mengambil dan memanfaatkan air
hujan tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan orang yang mendengar ilmu yang beliau
bawa dengan bumi atau tanah yang bermacam-macam yang air hujan turun padanya:
·
Di antara mereka ada orang yang berilmu, beramal dan mengajarkan ilmunya
kepada yang lainnya, maka orang ini seperti tanah yang baik, yang menyerap air
lalu memberikan manfaat pada dirinya dan menumbuhkan tanaman dan
rumput-rumputan sehingga memberikan manfaat bagi yang lainnya.
·
Di antara mereka ada yang mengumpulkan ilmu yang dia sibuk dengannya, di mana
ilmu tersebut dimanfaatkan pada masanya dan masa setelahnya dalam keadaan dia
belum bisa mengamalkan sebagian darinya atau belum bisa memahami apa yang dia
kumpulkan, akan tetapi dia sampaikan kepada yang lainnya, maka orang ini
seperti tanah yang menahan air sehingga manusia dapat mengambil manfaat
darinya.
·
Dan di antara mereka ada orang yang mendengar ilmu tetapi tidak
menghafalnya, tidak beramal dengannya dan tidak pula menyampaikannya kepada
yang lainnya, maka orang ini seperti tanah lumpur atau tanah tandus yang tidak
dapat menerima/menampung air.
Tidaklah dikumpulkan dalam perumpamaan tersebut antara dua kelompok yang
pertama kecuali karena kebersamaan mereka dalam kemanfaatan dari ilmu yang
mereka miliki walaupun derajat kemanfaatannya bertingkat-tingkat. Dan
disendirikanlah kelompok ketiga yang tercela karena tidak adanya kemanfaatan
darinya. (Fathul Baarii 1/177)
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan manfaat pada dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan antara orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
Dan tidak diragukan lagi bahwasanya terdapat perbedaan yang besar antara orang yang menempuh jalannya ilmu lalu dia memberikan manfaat pada dirinya dan manusia pun mengambil manfaat darinya dan antara orang yang rela dengan kebodohan dan hidup dalam kegelapannya sehingga dia tidak mendapat bagian sedikit pun dari warisannya para Nabi.
3) Dari Abud Darda` radhiyallahu
'anhu berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا، سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا
مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ
الْعِلْمِ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ
فِي الأَرْضِ، وَالْحِيْتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ
عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ
الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ
الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا
الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Artinya:"Barangsiapa menempuh suatu jalan yang padanya dia mencari
ilmu, maka Allah akan mudahkan dia menempuh jalan dari jalan-jalan (menuju)
jannah, dan sesungguhnya para malaikat benar-benar akan meletakkan
sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu, dan sesungguhnya seorang penuntut ilmu akan
dimintakan ampun untuknya oleh makhluk-makhluk Allah yang di langit dan yang di
bumi, sampai ikan yang ada di tengah lautan pun memintakan ampun untuknya. Dan
sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas seorang yang ahli ibadah
adalah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas seluruh bintang, dan
sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah mewariskan
dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka
barangsiapa yang mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil bagian yang
sangat banyak." (HR. Abu Dawud no.3641, At-Tirmidziy no.2683, dan
isnadnya hasan, lihat Jaami'ul Ushuul 8/6)
Di dalam hadits ini terdapat
keterangan tentang pemuliaan yang besar yang akan didapatkan oleh penuntut
ilmu, di mana para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuknya sebagai sikap
tawadhu' dan penghormatan kepadanya, demikian juga makhluk-makhluk yang banyak
baik yang di langit, di bumi maupun di lautan dan makhluk lainnya yang tidak
ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah Subhaanah, semua makhluk tadi
memintakan ampun kepada Allah untuk penuntut ilmu dan mendo'akan kebaikan
untuknya.
Cukuplah bagi seorang penuntut
ilmu sebagai kebanggaan bahwasanya dia adalah orang yang sedang berusaha untuk
mendapatkan warisannya para Nabi, dan dia meninggalkan ahli dunia terhadap
dunianya yang telah dikumpulkan di atas hidangannya oleh para pecintanya di
mana mereka sibuk dengan perhiasannya dan berebutan kepadanya.
4) Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu
'anhu dia berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
نَضَّرَ اللهُ امْرَءًا سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ،
فَرُبَّ مُبَلَّغٌ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ
Artinya:"Semoga Allah memuliakan seseorang yang mendengar sesuatu
dari kami lalu dia menyampaikannya (kepada yang lain) sebagaimana yang dia
dengar, maka kadang-kadang orang yang disampaikan ilmu lebih memahami daripada
orang yang mendengarnya." (HR. At-Tirmidziy no.2659 dan isnadnya
shahih, lihat Jaami'ul Ushuul 8/18)
Keutamaan ini, tidak diragukan lagi merupakan keutamaan yang besar bagi
penuntut ilmu, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akannya dengan kemuliaan dan kecerdasan karena
apa yang dia lakukan dari mempelajari ilmu, menghapal hadits, mengajarkannya
dan menyampaikannya kepada yang lainnya, dan dia tetap akan diberi pahala
terhadap apa yang disampaikan walaupun terluput atasnya sebagian makna-makna
riwayat yang dia sampaikan, karena dia telah menjaganya dan menyampaikannya
dengan jujur.
5) Dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Artinya: "Apabila seorang keturunan Adam meninggal dunia maka
terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: shadaqah jariyyah, atau ilmu yang
bermanfaat, atau seorang anak shalih yang mendo'akannya." (HR. Muslim
no.1631)
Betapa besarnya kebaikan yang
akan didapatkan oleh orang yang berilmu berupa pahala dan kebaikan-kebaikan
yang banyak. Dan pahala tadi akan terus mengalir kepadanya tanpa terputus
selama ilmunya disampaikan oleh murid-muridnya dari generasi ke generasi
berikutnya, dan selama kitab-kitabnya dan tulisan-tulisannya dimanfaatkan oleh
para hamba di berbagai negeri.
Dan seperti inilah pahala dan
ganjaran orang yang berilmu akan tetap sampai kepadanya setelah kematiannya
dengan sebab ilmu yang telah dia tinggalkan untuk manusia, di mana mereka
mengambil manfaat terhadap ilmunya tersebut.
E.
Bentuk
dan contoh perilaku berilmu
Orang yang berilmu
akan melakukan sesuatu berdasarkan petunjuk ilmu dan daya nalarnya, sehingga
tidak ada perbuatan yang bertentangan dengan akal sehat, baik menurut tradisi,
agama, maupun hukum dan aturan.
a.
Bentuk
Perilaku Berilmu
1)
Perikaunya
berdasarkan akal sehat.
Orang yang memiliki ilmu pengetahuan dalam melakukan tindakan
sosialnya dalam kehidupan sehari-hari, perilakunya selalu didasarkan pada akal
sehat. Ia akan mendahulukan akal budinya dari pada emosi dan hawa napsunya.
Akal sehatlah yang dapat membedakan kebenaran dari kesalahan, kenaikan dari
keburukan. Perbuatan dan ucapan yang didasarkan pada akal sehat, tentu akan
dapat mendatangkan banyak manfaat baik bagi pelakunya maupun bagi orang lain.
2)
Perilakunya
berdasarkan ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan merupakan modal utama dalam meraih kebahagiaan
hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Suatu pekerjaan yang dilakukan tidak
berdasarkan ilmu, hanya dapat mendatangkan kemudaratan. Bahkan lebih dari itu,
dapat mendatangkan malapetaka bagi pelakunya dan orang lain. Perilaku yang
berdasarkan ilmu pengetahuan sungguh tidak akan mendatangkan kerugian. Sebab
ilmu akan membimbing dan mengarahkan pemiliknya pada jalan menuju kebenaran dan
kebaikan.
3)
Perilakunya
tidak menyimpang dari aturan hukum dan tradisi.
Dengan ilmu dan akal sehatnya seorang yang berilmu akan selalu
bersikap dan berperilaku hati-hati, agar tidak melanggar aturan hukum dan
tradisi yang berlaku. Orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan tentu tidak mau
melanggar peraturan-peraturan tersebut, baik peraturan yang dibuat oleh sesama
manusia maupun peraturan yang dibuat oleh Allah swt.
b.
Contoh
Perilaku Berilmu
1)
Seorang
siswa MTs kelas 9 yang sebentar lagi akan menghadapi Ujian Akhir, dengan akan
sehatnya menolak ajakan teman-temannya untuk bermain dan berhura-hura.
2)
Seorang
bapak-bapak yang sedang sakit, dengan akal sehat dan ilmunya menolak ajakan
untuk berobat ke dukun.
3)
Seorang
ibu rumah tangga sedang membutuhkan uang untuk berobat anaknya di rumah sakit.
Pada saat yang bersamaan ada seorang rentenir yang menawarkan bantuan berupa
sejumlah uang dengan syarat mampu mengembalikan dengan bunga 10 % per bulan.
Karena sang ibu mempunyai pengetahuan lebih tentang agama, maka dengan tegas ia
menolak tawaran rentenir tersebut.
4)
Suatu
hari ibu menyuruh saya membeli beras di warung Mbo’ Na 1 kg. Setelah beras saya
terima, saya membayar dengan uang sebesar Rp. 10.000,00. Lalu mbo’ Na memberi
kembalian. Akan tetapi uang kembalian dari Mbo’ Na kelebihan 3000,00. Karena
teringat pesan dari bu guru tentang kejujuran. Saya pun mengembalikan uang
kelebihan tersebut.
F.
Nilai-nilai
Positif dari Berilmu
ilmu
bagaikan cahaya yang menerangi kegelapan yang membuat hidup manusia lebih mudah
dan dinamis. ilmu mempunyai nilai-nilai positif bagi diri sendiri maupun orang
lain, diantaranya, sebagai berikut :
Nilai Positif Berilmu Bagi Diri Sendiri:
1)
Memperoleh kepuasan batin
2)
Dapat mencapai taraf hidup yang lebih baik
3)
Dapat melaksanakan ajaran agama secara
benar
4)
Dapat menambah keimanan kepada Allah SWT
5)
Memperoleh pahala di sisi Allah SWT
6)
Terangkat derajatnya
Nilai Positif Berilmu Bagi Orang Lain:
1) Memberi jalan terang dalam
memberi petunjuk, pengarahan, dan saran
2) Tempat orang bertanya dalam
mengatasi masalah
3) Dapat membantu orang lain dalam
menyelesaikan persoalannya
Nilai Positif dalam kehidupan sehari-hari
1)
Dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang slah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana
yang haram, mana perintah mana larangan dan sebagainya.
2)
Dapat
hidup dengan terang benderang, ringan dan penuh kenyamanan sebab ilmu menyinari
pemiliknya sepanjang dimanfaatkan di jalan yang baik dan benar
3)
Dapat
menghindari berbagai kesalahan dan perbuatan buruk lainnya, yang akan
mendatangkan kerugian dan malapetaka, baik bagi pelakunya maupun masyarakat
lingkungannya.
4)
Semua
perbuatan dan tindakan berdasrkan ilmu pengetahuan dapat mendatangkan manfaat
dan kebaikan bagi orang lain. Sebab dengan ilmu segala sesuatu akan bermanfaat.
5)
Mendapat
tempat dan kedudukan yang terhormat. Dimana dan kapanpun, di dunia ini orang
yang berilmu pasti mendapat temat dan kedudukan yang terhormat. Karena ilmunya
seseorang menjadi dihormat, oleh ilmunya seseorang menjadi dihargai, dengan
ilmunya pula ia mampu melakukan sesuatu yang berguna.
6)
Mendapat
dua keuntungan dan kehormatan sekaligus, kehormatan di mata manusia dan
dihadapan Allah swt.
G.
Ciri-ciri
Orang Yang Berilmu dan Tidak Berilmu
Ciri-ciri orang yang
berilmu dengan orang yag tidak berilmu jelas tidak akan sama selama-lamanya.
Seorang yang berpengetahuan, dari caranya berpikir, bertindak, dan bertutur
kata akan jauh berbeda dengan orang yang tidak berpengetahuan. Ayat ini adalah
teguran bagi orang-orang yang berpengetahuan tetapi ternyata tingkah laku
mereka seperti orang awam. Mereka yang tahu bahwa berzina itu dosa besar dan
tahu akibatnya, namun tetap saja berzina, sama seperti orang yang tidak tahu
akibat dari zina. Bahkan kemurkaan Allah jauh lebih besar ditujukan kepada
orang seperti ini. Mereka melakukan hal yang dilarang Allah padahal mereka
mengetahui bahwa hal tersebut dilarang oleh Allah.
Berikut ini contoh tembang Jawa yang menjelaskan tentang ciri-ciri
orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu.
TEMBANG PANGKUR
Nggugu kersaning priyangga
(Mengikuti kemauannya sendiri)
Nora nganggo peparah lamun angling
(Bila berkata tanpa dipertimbangkan)
Lumuh ingaran balilu
(Namun tak mau dianggap bodoh)
Uger guru aleman
(Selalu ingin dipuji-puji)
Nanging janma kang wus waspadeng semu
(Tetapi orang yang mempunyai ilmu)
Sinamun samudana
(Akan bersikap rendah hati)
Sasadoning adu manis
(Selalu berprasangka baik)
Tembang Pangkur di atas menunjukkan ciri-ciri orang yang tidak berilmu
dengan orang yang berilmu.
1) Ciri-ciri Orang Yang Berilmu
ciri orang yang berilmu, yang paling utama adalah:
a. Bersikap rendah hati.
Orang yang berilmu akan berhati-hati dalam berbuat, baik
dalam berkata-kata, bersikap maupun melakukan sesuatu. Setiap perbuatan akan
selalu dipertimbangkan alasan mengapa melakukan itu, dasarnya apa, tujuan dari
perbuatan itu apa, dalam rangka apa, dan apa pengaruhnya bagi diri sendiri,
orang lain dan bagi kehidupan.
b. Selalu berprasangka baik.
Orang yang berilmu selalu berprasangka baik terhadap
orang lain, kecuali terbukti bahwa orang lain itu tidak baik. Bahkan terhadap
orang lain yang berbuat buruk pun, ia masih berprasangka baik, dalam arti bahwa
mungkin orang itu belum mengerti, atau sedang lupa.
Sedangkan
ciri-ciri orang yang berilmu secara umum adalah sebagai berikut :
a.
Rendah hati, ibarat tanaman padi, kian berisi
kian merunduk
b.
Setiap melakukan pekerjaan selalu
diperhitungkan baik atau buruknya
c.
Menghargai pendapat orang lain
d.
Menghargai waktu.
e.
Gemar membaca dan suka mencari informasi
f.
Bekerja dengan program dan rencana yang jelas
g.
Tidak suka bicara tentang sesuatu yang tidak
ada gunnya
h.
Tidak mengerjakan sesuatu yang tidak bermanfaat
i.
Suka berbagi informasi
j.
Suka memberikan ilmu yang ia miliki atau
mengajarkannya kepada orang lain.
2)
Ciri-ciri
Orang yang tidak Berilmu
Dalam
agama islam, tidak mengenal orang yang bodoh tapi mengenal orang yang tidak
berilmu. Karena orang bodoh sewaktu-waktu dapat menjadi pandai. Sebenarnya,
didunia ini tidak ada orang yag bodoh. Semua orang di dunia ini adalah pandai.
Hanya saja, kepribadian kita sendiri yang mengarahkan kita kepada kebodohan
tersebut (malas). Berikut ini adalah ciri-ciri orang yang tidak berilmu:
a.
Mengikuti
kemauannya sendiri, bertindak semaunya sendiri. Tidak mengikuti aturan, baik
aturan agama, aturan negara, adat istiadat, dan lain-lain.
b.
Bila
berkata tanpa dipertimbangkan, alias semaunya sendiri. Ia tidak berfikir apakah
perkataannya itu benar atau salah, berguna atau tidak berguna, asal ngomong
saja.
c.
Tidak mau dianggap bodoh, meskipun sebenarnya
bodoh.
d.
Selalu ingin dipuji-puji.
H.
Klarsfikasi
Ilmu menurut ulama islam.
Dengan
melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran
islam . AL qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati
kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut
ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul
permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim
dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka
mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .
Pertanyaan
tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan
pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun
prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech
Zarnuji dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) ketika menjelaskan hadis
bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
“Ketahuilah
bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegsls
ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu AL hal)
sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuaytan dan sebagus
–bagus amal adalah menjaga perbuatan”.
Kewajiban
manusia adalah beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi manusia(Muslim
,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut
,seprti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya
menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat
pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak
menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain “Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di
dalam kitabnya.
Sementara
itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan
Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah,
kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :
“Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara
amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu
wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “ (1979 : 82)
“Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap
ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi “ (1979 :
84)
Lebih jauh Al
Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu
agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam,
sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara
lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu
politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu
dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi
Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok
ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :
1)
Ilmu
yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena
kegiatan berpikir.
2)
Ilmu
yang bersifat tradisional (naqli).
bila kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa
disederhanakan menjadi Ilmu aqliyah , dan Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu
Khaldun menyatakan :
“Kelompok pertama itu adalah
ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat
manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra—indra kemanusiaannya ia
dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan
aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu
menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya
sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu
itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara
“ (Nurcholis
Madjid, 1984 : 310)
Dengan
demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup
ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir.
Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang
sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al qur’an dan sunnah
Rasul.
Ulama lain
yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama kelahiran
India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu :
1). Al manqulat, 2). Al ma’qulat, dan 3). Al maksyufat. Adapun pengertiannya
sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul “Sifat,
Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah Waliyullah” (Al
Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :
1)
Al
manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada
tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
2)
Al ma’qulat adalah semua ilmu dimana akal
pikiran memegang peranan penting.
3)
Al
maksyufat adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa
keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif
Selain itu, Syah Waliyullah juga
membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu : 1). Ilmu al husuli,
yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif
aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak
yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak langsung dengan
realitas ilahi .
Meskipun
demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan
lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al
manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli
I
Godaan
Orang Berilmu
Jangan
disangka bahwa seseorang yang berilmu sudah otmatis terlindungi dari kebodohan
dan terlepas dari godaan. Meskipun orang berilmu berada di tingkatan yang lebih
tinggi daripada makhluk-makhluk lain, ia juga tetap menghadapi godaan yang
tidak kalah besar. Bahkan godaan orang yang berilmu jauh lebih besar
dibandingkan godaan orang-orang selainnya. Begitu pula dalam akibatnya, bila ia
berhasil maka jadilah ia orang yang paling takut [dekat] di sisi Allah.“Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” [QS.
Al-Fathir: 28]. Dan sebaliknya, ketika ia gagal dalam menghadapi godaan, maka
ia hanya menjadi penyebab kerusakan di muka bumi. Dia jugalah yang disinyalir
oleh Rasulullah SAW sebagai manusia selain Dajjal lebih ditakuti –karena sangat
halus geraknya– dari pada Dajjal itu sendiri. Rasul SAW ditanya, “Siapakah
mereka wahai Rasulallah?” “Mereka adalah ulama-ulama yang jahat (‘ulama’
al-su’i).” (Muslim: 5/145).
Apa saja godaan orang berilmu?
·
Yang pertama adalah harta benda atau duniawi.
Ini
adalah cobaan yang paling ringan. Orang yang berilmu seringkali dihadapkan pada
pilihan-pilihan yang terkadang menyulitkan. Ketika seseorang menjadi ilmuwan,
maka dengan sendirinya harta dunia itu datang. Kesempatan orang yang berilmu
dalam mendapatkan dunia lebih besar daripada orang yang tidak berilmu. Di
sinilah orang yang berilmu digoda. Apakah ilmu yang dimilikinya bisa menagtur nafsu
syahwatnya [yang cenderung pada dunia]? Ataukah sebaliknya, nafsu syahwatnyalah
yang menjadi pengatur ilmunya?
Apakah yang terakhir ini bisa terjadi pada orang yang
berilmu? Bagaimana bisa?
Memang
tidak salah bila orang berilmu mendapatkan harta dunia dari ilmu-ilmunya. Tidak
salah bila seorang dokter mendapatkan upahnya. Pun tidak salah bagi seorang
guru/dosen mendapatkan bisyarahnya. Namun yang disalahkan adalah bila ilmu
dijadilakn legitimasi dari keinginan-keinginan duniawinya. Yang salah adalah
dokter yang menyalahgunakan keilmuannya demi sejumlah rupiah. Yang berbahaya
adalah ulama/ilmuwan/cendekiawan yang memanfaatkan kedalaman ilmu [baca
penegtahuan] nya demi sejumlah harta. Kalau apa yang dibuat oleh dokter dalam
penyahgunaannya mungkin menyebabkan malpraktek, atau paling parah bisa
menyebabkan kematian fisik manusia, maka kesalahan ulama terhadap
penyalahgunaan ilmunya bisa lebih berbahaya dari sekedar kematian fisik.
Kesalahan bisa menyebabkan kebingungan umat serta menjadi penyulut para hamba
Allah untuk bermaksiat kepada-Nya. Yang paling berbahaya adalah tingkah ulama
ini bisa juga menghancurkan akidah umat. Hal tersebut bisa terjadi hanya karena
kecenderungannya pada harta benda.
·
Godaan yang kedua adalah kehormatan dan nama baik di
mata makhluk.
Ini
adalah penyakit jiwa. Mungkin saja orang berilmu terhindar dari godaan harta
yang hina karena ketampakannya, maka ia tidak begitu saja lepas dari godaan
kedua yang halus ini. Ia adalah godaan yang lembut dalma jiwa manusia.
Kecenderungan orang yang berilmu setelah penguasaan yang mendalam dalam
keilmuan adalah keinginan untuk dihormati. Ia merasa berhak dengan penghormatan
semua makhluk karena ketinggian ilmunya.
Bila
cinta/gila hormat dari makhluk ini dibiarkan begitu saja, maka orang berilmu
akan terjangkit pada penyakit ketiga yang paling berbahaya, yaitu kesombongan.
Pada godaan ini, orang berilmu memang tidak lagi berhadapan dengan harta dunia.
Mungkin saja ia berhasil melewati harta dunia. Tapi kesombongan adalah hal yang
sangat halus yang masuk ke dalam jiwa manusia. Bila orang yang berilmu lengah
sedikit saja, ia akan dimasuki rasa ini. “Bahwa akulah orang yang paling
berilmu. Bahwa akulah orang yang paling dekat di sisi Allah. Tidak ada orang
yang lebih alim dariku.” Begitu kira-kira godaan yang ada di dalam hatinya.
Akibatnya,
ia akan menyepelekan orang lain, mengaggap orang lain lebih bodoh dan rendah,
serta enggan menolak apa yang datang dari orang lain, walau itu suatu yang
benar. Ia mengaggap bahwa ia adalah segala-galanya, yang lebih mengetahui dan
memahami setiap sesuatu dibanding lainnya.
·
Pada tahap yang lebih berbahaya adalah penolakan orang
berilmu pada keberadaan Allah dan kenyataan akan kebesaran-Nya.
Ia
tiada segan untuk menafikan Allah dalam kehidupannya. Ia hanya mengagungkan
ilmunya. Ia lupa kepada Sang Pemberi ilmu, Sang Mahatahu. “Kemudian
apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku
diberi nikmat ini hanya karena kepintaranku.’ Sebenarnya itu adalah ujian,
tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. Al-Zumar: 49]. Na’udzubillah. Padahal,
apa yang diketahui oleh manusia hanyalah setetes dari luasnya samudera
pengetahuan Allah.
Sejatinya, ilmu adalah perantara yang menagntarkan
kita semua pada kedekatan kepada-Nya. Itu pula yang diisyaratkan oleh
al-Qur`an. Karena tujuan sejati dalam pencarian ilmu adalah pendekatan
kepada-Nya. Orang yang berilmu adalah orang yang paling bertakwa. Dan barang
siapa yang bertakwa maka Allah akan lebih mencurahkan ilmu-Nya. [QS.
Al-Baqarah: 282]. Bukan harta, kehormatan, maupun kesombongan yang diharapkan
dari orang-orang yang berilmu.
Maka, marilah kita menjadi padi, semakin berisi ia
akan semakin merunduk. Semakin berilmu sudah semestinya membawa kita pada
ketundukan kepada Allah, serta membawa kita pada kesadaran pada kita tidak ada
apa-apanya dibanding kekuasaan Allah. Ilmu kita tidak ada bandingannnya dengan
ilmu Allah, bahkan seujung kuku pun. Ya Allah, zidni ilman warzuqni
fahman.
J.
Tanda-tanda
orang yang berilmu
1) Mengamalkan
ilmunya, mendapatkan berkahnya ilmu, dan ikhlas demi mengharap ridha Tuhannya,
baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.
2) Bermanfaat bagi manusia lain, memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan
sekitarnya, menyebarkan ilmunyadan tidak menyembunyikannya untuk dirinya
sendiri.
3) Zuhud
terhadap dunia, senantiasa memohon kepada Allah agar dijauhkan dari hal-hal yang fana dan dikaruniai
kebahagiaanyang kekal di akhirat kelak.
4) Berakhlak mulia, berkepribadian agung, dan jauh dari cela.
5) Memiliki
semangat yang tinggi dalam menilis, mendidik generasi, an melakukan perbaikan.
7) Memahami
hakikat, mengenal tujuan-tujuan syariat, dan mengetahui rahasia-rahasia
syariat.
8) Bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan hak dan berusaha keras mengungkap
kebenaran.
9) Menjauhi
perkataan yang kotor dan tercela, serta meninggalkan hadis-hadis yang palsu.
10) Sabar menghadapi cobaan, lapang dada saat dijauhi orang, dan rendah hati
dalam segala keadaan.
11) Memahami
realitas dan perkembangan zaman, serta ikut serta berjuang di dalamnya.
K.
Sikap-sikap
Yang dimiliki Oleh Orang Yang Berilmu
Allah
berfirman,
قُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang
mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS Az Zumar: 9)
Beruntunglah
orang-orang yang mau merenungi ayat-ayatNya dan mau mengambil pelajaran
darinya. Sesungguhnya sebaik-baik nasehat adalah Kitabullah, barangsiapa mau
mengikuti nasehat didalamnya sungguh ia telah beruntung dan selamat. Lewat
tulisan yang ringkas ini kami berusaha mengajak pembaca semua untuk sedikit
merenungi dan mengambil faedah dari firman Allah ayat kesembilan dari surat Az
Zumar diatas.
Keutamaan
ilmu dan Ahli Ilmu Penulis yakin telah banyak yang mengetahui bahwa ayat diatas
adalah salah satu diantara dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu dan orang yang
berilmu. Dalam ayat yang mulia ini Allah menyuruh Rasulullah untuk bertanya
“Apakah sama orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui?”. Ini
adalah pertanyaan yang tidak perlu dijawab, karena sudah pasti beda orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengatahui, orang yang berilmu dan yang
tidak berilmu. Jangankan manusia, hewan saja berbeda antara yang berilmu dan
yang tidak berilmu
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
membawakan dan menjelaskan ayat diatas di awal bab “Keutamaan Ilmu” dalam
“Kitabul Ilmi” beliau. Diantaranya beliau berkata, “Tidak sama orang yang
berilmu dan tidak berilmu, sebagaimana tidak sama orang yang hidup dengan yang
mati, yang mendengar dengan yang tuli, yang melihat dengan yang buta. Ilmu
adalah cahaya yang dengannya manusia mendapat petunjuk, yang denganya manusia
keluar dari kegelapan menuju cahaya. Dengan ilmu Allah mengangkat/melebihkan
siapa yang dikehendakinya dari para makhluqNya. Allah berfirman, Niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al Mujadalah: 11)…” [kitabul Ilmi,
hal 13]
Sikap
seorang yang berilmu Salah satu faedah yang berharga dari ayat diatas adalah
“Hendaknya seorang yang berilmu tidak seperti orang-orang yang tidak berilmu”.
Ironisnya kita dapati banyak orang yang bertahun-tahun menuntut ilmu atau
bahkan orang-orang yang menisbahkan dirinya dengan “ahli ilmu” tetapi akhlak,
perilaku maupun amalannya tidak menunjukkan ilmu yang dimiliki. Berikut
beberapa sikap yang hendaknya dimiliki seorang yang berilmu:
1)
Sikap terhadap diri sendiri
Seorang yang berilmu hendaknya dapat berinteraksi
dengan dirinya sendiri dengan baik. Hendaknya ia melakukan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya sendiri baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Rasulullah bersabda, Bersemangatlah kamu terhadap apa-apa yang bermanfaat bagi
kamu, dan mohonlah pertolongan pada Allah dan jangan merasa lemah [HR Muslim
dari sahabat Abu Hurairah]. Jangan sampai ia menyerupai orang-orang yang tidak
memiliki ilmu yang suka melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau bahkan
melakukan hal-hal yang merugiakan dirinya sendiri. Padahal Rasulullah bersabda,
Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang
tidak berguna baginya [Tirmidzi (2318), Ibnu Majah (3976), Dihasankan oleh
Tirmidzi]. Selain itu, hendaknya seorang yang berilmu hendaknya ia menghiasi
dirinya dengan perangai yang baik. Jangan sampai ia menyerupai perangai
orang-orang yang tidak berilmu, kolot, kasar, suka debat kusir dan lainnya.
Hendaknya ia menjadi orang yang arif, bijaksana, hati-hati dan berbagai
perangai yang baik lainnya yang mencerminkan ilmu yang ia miliki.
2)
Sikap terhadap Tuhannya
Seorang yang berilmu hendaknya ia semakin dekat dengan
Tuhannya dan semakin takut dariNya. Allah berfirman :
ﺇِنَّمَا يَخْشَى
اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (QS. Al Fathir: 28)
Kedekatan seseorang dengan Tuhannya tercermin pada
amalannya. Seorang yang berilmu hendaknya dia giat melakukan ibadah dan amalan
lainnya baik yang sunnah maupun yang wajib. Jangan menjadi orang yang
menjadikan ilmu hanya sebagai wawasan, tanpa ada kemauan untuk mengamalkannya.
Jika bermalasan dalam beramal lalu apa bedanya dengan yang tidak berilmu. Dan
itulah sifatnya orang yahudi, berilmu tetapi tidak diamalkan.
Sebagaimana telah bersusah payah mencari ilmu, hendaknya berusaha keras juga untuk mengamalkannya. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,
Sebagaimana telah bersusah payah mencari ilmu, hendaknya berusaha keras juga untuk mengamalkannya. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,
من عمل بما
علم اورثه الله علم ما لم يعلم
Artinya: “Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia
ketahui maka Allah menganugerahinya ilmu yang ia belum ketahui.”
Dan hal ini juga dikuatkan dengan FirmanNya,
وَاتَّقُواْ
اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ وَاللّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
Artinya:”Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
3)
Sikap terhadap orang lain
Seorang yang berilmu hendaknya dapat menempatkan diri
saat berinteraksi dengan orang lain.Baik beinteraksi dengan yang lebih tua
maupun lebih muda, dengan yang lebih berilmu maupun dengan orang-orang awam.
Dia dapat menempatkan dirinya saat bergaul dengan sesama penuntut ilmu, dengan
gurunya, maupun dengan orang-orang yang jahil. Diantara sikap seorang yang
berilmu terhadap orang lain adalah tawadhu’ dengan ilmu yang dimiliki. Alangkah
indahnya pepatah yang mengatakan “Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin
merunduk”. Seorang yang memiliki niat yang benar dalam menuntut ilmu ia akan
semakin tawadhu’ seiring bertambah ilmu yang ia miliki. Ia sadar bahwa ia
menuntut ilmu untuk mengangkat kebodohan pada dirinya dan orang lain, bukan
sekedar untuk sok atau bangga-banggaan dengan ilmu yang dimiliki.
4)
Sikap terhadap Agamanya
Seorang yang berilmu memiliki ghirah (kecenderungan)
yang tinggi terhadap agamanya. Ia berada dibarisan terdepan dalam dakwah dan
memperjuankan Agamanya. Sebagaimana telah diketahui bahwa agama tidak mungkin
tegak kecuali dengan dua hal: Ilmu (petunjuk) dan Pedang (perang). Dan itulah
jalan para Nabi dan Rasul dan orang-orang yang mengikuti mereka, mereka
mendakwahkan ilmu yang mereka miliki. Allah berfirman,
قُلْ
هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي
Artinya:Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah denganhujjah yg nyata...
L.
Perbedaan
antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu
Orang yang
berilmu disebut orang yang alim.dan orang yang tidak berilmu
dikatakanl jahil atau bodoh,seorang alim dpt memberikan jalan
bagi orang yang berada di jalan kegelapan , sedangkan orang yang jahil bisa
menyesatkan jalan seseorang.maka,orang alim tentu saja tidak sama dengan orang
yang jahil.
Perbedaan orang berilmu dan tidak berilmu
NO
|
Orang
Berilmu
|
Orang
Tidak Berilmu
|
1
|
Banyak Pengetahuan
|
Sedikit Pengetahuan
|
2
|
Dapat Memimpin
|
Selalu dipimpin
|
3
|
Dihormati
|
Cenderung Dihina
|
4
|
Cenderung Bijaksana
|
Cenderung Kaku
|
5
|
Besar Kemungkinan Kaya
|
Kecil Kemungkinan Kaya
|
6
|
Mudah Mengatasi Masalah
|
Mudah Putus-asa
|
7
|
Cenderung Toleransi
|
Cenderung Fanatik
|
8
|
Sukar Ditipu
|
Mudah Dikelabui
|
9
|
Cenderung Dapat Mengendalikan Diri
|
Sering Lepas Kontrol
|
10
|
Berwawasan Luas
|
Berpandangan Sempit
|
11
|
Kebanyakan Pribadinya Tenang
|
Kebanyakan Pribadinya Resah
|
12
|
Berperadaban Maju
|
PEradabannya Terbelakang
|
13
|
Jiwanya Stabil
|
Jiwanya Labil
|
14
|
Punya Pendirian
|
Sering Ikut-ikutan
|
15
|
Mengandalkan Otak (akal)
|
Mengandalkan Otot (tenaga)
|
16
|
Cenderung Idealis
|
Cenderung Materialis
|
17
|
Mudah mendapat Petunjuk
|
Sukar Menerima Petunjuk
|
18
|
Peringatan Cukup Dengan Sindiran
|
Baru Mempan dengan Sanksi Fisik
|
19
|
Cenderung Berani dan Tanggung-jawab
|
Penakut dan Tak Bertanggung-Jawab
|
20
|
Percaya Diri
|
Tidak Percaya Diri
|
21
|
Berfikir dan Bertindak Kalkulatif
|
Berfikir Seadanya, Ceroboh dalam Bertindak
|
22
|
Cenderung Rasional
|
Cenderung Emosional
|
M. Kemuliaan
yang diberikan kepada Orang yang Berilmu
1)
Derajat
Tinggi Di Sisi Allah SWT
2)
Rasa
Takut Pada Allah SWT
3)
Lebih
Mulia Daripada Malaikat
4)
Keberadaannya
Seperti Cahaya
5)
Masuk
Golongan Orang Yang Baik
6)
Mudah
Menuju Surga
N.
Penerapan
perilaku berilmu dalam kehidupan sehari-hari
1)
Memiliki semangat untuk menguasai ilmu
tentang hal-hal yang belum diketahui
2)
Rajin mendatangi majelis-majelis ilmu
untuk memperoleh tambahan ilmu
3)
Rajin mendatangi pengajian untuk memperoleh
ilmu keagamaan
4)
Cukup ringan mengeluarkan biaya demi
tercapainya suatu ilmu
5)
Gemar bergaul dengan orang yang berilmu
untuk mendapatkan tambahan ilmu
6)
Rajin belajar
7)
Mengamalkan ilmu yang telah diperoleh
8)
Lebih menjaga cara berbicara dan
penampilan serta perilaku
9)
Tidak sombong karena mempunyai ilmu.
Sehingga dapat berfikir bahwa ilmu yang telah diperoleh adalah anugerah dari
Allah SWT. Dan hanya Allah-LAH yang pantas untuk menyombongkan diri
O.
Cara
Membiasakan Berperilaku Berilmu dalam Kehidupan Sehari-hari
1)
Tanamkan
keimanan dan ketaqwaan yang kuat dalam hati agar hidup selalu mendapat
bimbingan dan petunjuk dari Allah swt.
2)
Tumbuhkan
sikap cinta ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu-ilmu yang alam agar tumbuh pula semangat
belajar yang tinggi, tekun, rajin dan ulet dalam belajar.
3)
Jadikan
buku sebagai sahabat tempat bertanya dan menimba ilmu pengetahuan dengan cara
membacanya secara cermat dan teratur
4)
Hadapi
segala sesuatu dengan sikap objektif, rasional dan kepala dingin, sehingga
tidak terbawa oleh hawa napsu yang cenderung mendatangkan kerugian dan
malapetaka
5)
Berdoalah
kepada Allah swt. Agar diberi kekuatan untuk menjadi orang yang berilmu.